CERNAK, SEMANGKUK ES BUAH UNTUK HAMIZ


 


Ini adalah hari pertama di bulan Ramadan 1441 Hijriyah. Berbeda dengan Teteh Adel yang sudah duduk di kelas tiga, ini adalah pertama kalinya Hamiz berpuasa bersama keluarga. Hamiz sangat senang sekali, walau dirinya masih duduk di TK A, ia bertekad untuk bisa menyelesaikan puasanya selama 1 bulan. Walau dalam keadaan masih mengantuk, Hamiz ikut makan sahur.

“Nguuuuuung….!” Tiba-tiba Hamiz mendengar suara keras yang berasal dari luar.

“Sudah imsak, Hamis dan Teh Adel sudah selesai kan makannya?” tanya ibu.

“Sudah,  tapi aku masih ingin minum,” jawab Hamiz

“Ayo, lekas minum dan bantu Teteh bereskan meja ya,” pinta Adel.

Segera  Hamiz minum  dan membawa peralatan makannya ke dapur. Ayah meminta Teh Adel dan Hamiz untuk bersiap-siap shalat subuh. Mreka shalat berjamaah di rumah. Tadinya ayah akan mengajak Hamiz berjamaah di masjid, namun di luar hujan, jadi mereka berjamaah shalat subuh di rumah.

“Hamiz!!!” terdengar suara Andri dan Lilo di halaman. “Main, yu!

Seperti hari libur lainnya, mereka bermain di sekitar komplek. Tidak lama kemudian mereka tampak lelah dan teduduk di teras rumah Hamiz.

“Jangan terlalu lelah, anak-anak, ingat, kalian sedang puasa!” ibu mengingatkan mereka.

“Oh, iya, aku lupa, hampir saja aku mau minta minum.” Andri tersenyum konyol ke arah teman-temannya.

“Iya, nih, biasanya kan tante buatkan kita minuman dingin setiap habis kita main,” Lilo menimpali ucapan Andri.

“Hey, Puasa!” Seru Hamiz, dan mereka pun tertawa. Tidak lama Andri dan Lilo pamit pulang, karena hari sudah siang.

Hamiz mendekati Teh Adel yang sedang membantu ibu memotong buah-buahan. “Teh Adel makan buah? Nah… pasti gak puasa ya!” tuduh Hamiz.

“Eh, enak aja. Ini mau bikin es buah buat takjil nanti malam, tau!” sanggah Adel. Hamiz tertawa, padahal dalam hatinya ia ingin sekali makan buah-buahan yang nampak menyegarkan itu. Namun ibu membuyarkan semua lamunannya.

“Ada yang mau ikut ibu ke warung bu Hadi, gak?” tanya ibu. “Tapi kalian shalat dzuhur dulu, setelah itu kita ke warung.” Teh Adel dan  Hamiz gembira, di warung bu hadi banyak makanan yang enak-enak.

Menjelang sore, ibu, teh Adel, dan Hamiz berangkat menuju warung bu Hadi, sambil ‘ngabuburit’ menunggu waktu berbuka puasa. Ibu membeli beberapa bungkus kolak dan makanan untuk berbuka.

“Ibu, boleh aku beli ini?” Hamiz mengambil beberapa buah makanan.

“Sebanyak itu? Yakin kamu?” tanya teh Adel.

“Iya, kan bisa aku bagi dengan Andri dan Lilo nanti malam.” Hamiz mengambil tiga bungkus permen jelly,  tiga bungkus makanan ringan, dan donat kesukaannya, dan ia pun pulang dengan sebungkus besar makanan di tanganya.

Begitu terdengar adzan magrib, Hamiz menyambar kantong makanan yang ia beli di warung bu Hadi, ia memakan hampir seluruh isinya. Sementara yang lain membatalkan puasa dengan minum air hangat terlebih dahulu dan makan sop buah buatan Teh Adel.

“Ayo kita shalat magrib berjamaah terlebih dahulu,” ajak ayah.

“Aku mau makan dulu, Yah, gak tahan lapar,” jawab Hamiz.

“Shalat dulu dong, Miz, jadi makannya tenang, ayo cepat!” ajak teh Adel. Akhirnya Hamiz pun mengikuti ajakan keluarganya untuk berjamaah.

Usai shalat, Hamiz langsung menyambar piring dan mengisi penuh dengan masakan buatan ibu.

“Pelan-pelan dong, Nak, tidak baik makan terburu-buru, ucap Ayah.

Ayah dan ibu biasa makan nasi setelah shalat tarawih, mereka hanya memakan kolak yang dibeli ibu tadi sore. Teh Adel makan secukupnya, ia tidak mau terlalu kenyang. Setelah makan mereka semua bersiap untuk pergi tarawih berjamaah di masjid dekat rumah. Namun Hamiz tidak bisa bergerak, perutnya merasa sakit karena terlalu banyak makan.

“Ayah, aku ingin tarawih di masjid, tapi ini perutnya keras, sakit,” ungkap Hamiz.

“Kamu sih kebanyakan makan, semua masuk perut. Ini es buahnya biar teteh habisin ya, kamu kan kenyang.” Teh Adel meledek adiknya.

“Aaa, jangan, itu es buah kesukaan aku,” teriak Hamiz.

“Sudah, sudah… Jadi gimana? Hamiz mau ikut ke masjid tidak?” tanya ibu.

“Perut aku sakit, ga bisa jalan, tapi aku pingin tarawih di masjid.” Hamiz merengek di depan keluarganya, hal ini membuat semuanya tertawa.

“Ya Sudah, Ibu dan teteh berangkat saja duluan ya, biar ayah dengan Hamiz nanti menyusul, atau nanti kami akan tarawih berdua di rumah,” ungkap ayah. Ibu dan teh Adel akhirnya berangkat berdua, ayah menunggu Hamiz agar sakitnya sedikit reda.

“Nah , terasa, kan, kalau makan tidak dengan aturan yang baik akan menyebabkan sakit. Harusnya tadi Hamiz makan dengan porsi yang pas, tidak terburu-buru, dan membatalkan puasa dengan minum air hangat dan sedikit makanan manis seperti kurma atau kolak.”

“Iya, ayah, aku menyesal, aku jadi tidak bisa tarawih ke masjid. Besok aku tidak akan lagi makan dengan sembarangan.” Jawab Hamiz

“Ya sudah, sekarang Hamiz istirahat sebentar, minum air hangat sedikit ya, setelahitu kita shalat isya dan tarawih.”

Hamiz, tertunduk, ia menyesal dan akhirnya ia kehilangan momen menyenangkan, tarawih bersama teman-temannya di masjid. Ia berjanji dalam hati untuk terus berpola hidup sehat, agar diberi kelancaran menjalankan ibadah puasa satu bulan penuh. Hari ini ia hanya bisa memandangi es buah kesukaannya, karena perutnya sudah tidak mampu lagi menampung makanan yang masuk. Tapi teh Adel sudah menyimpannya didalam lemari es untuk bisa disantap Hamiz disaat berbuka besok.

#RWCODOP2020 #OneDayOnePost #RWCDay1 #Ramadhan2020 #GalaksiRamadan #InspirasiRamadan #CeritaInspirasi #DDPendidikan

 

 

 


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

LEGENDA, Asal Usul Telaga Warna