BAYANGAN ANNIE
Suara langkah berlarian di tangga menuju lantai atas terdengar semakin jelas. Tawa beberapa orang terdengar riang, aku terbangun. Bunyi pintu terbanting ke dinding mengagetkanku, beberapa remaja memasuki ruangan, dan mereka berhenti tertawa.
“Hey... ini kan gudangnya?” suara seorang perempuan sedikit melengking.
“Iya, bener, ayo masuk!” sepertinya seorang lelaki mendahului masuk kedalam gudang di lantai dua ini.
“Wah, nenek punya barang-barang bagus nih. Lihat kursi ini, masih enak untuk diduduki. Lemari itu pasti berisi barang-barang antik juga.” Aku mendengar barang-barang beradu, beberapa terjatuh, sepertinya mereka memperlakukan barang-barang itu dengan kasar. Aku tidak bisa melihat apa yang terjadi.
“Eh, itu yang ditutup sprai, apa ya?” Pasti yang mereka maksud adalah aku. Aku mendengar seorang melangkah mendekatiku. Dengan kasar, ditariknya kain putih yang menutupiku.
“Wah, cermin antik, besar sekali.”
Samar kulihat tiga anak remaja di hadapanku, seseorang mebersihkan debu yang menempel pada tubuhku dan akhirnya aku dapat melihat dengan jelas. Dua anak perempuan dan satu anak laki-laki. Mereka mematut diri melihat pantulan yang ada padaku.
“Ini sepertinya bagus, kita bersihkan sedikit lalu kita bawa kebawah, kamu kuat kan, Bob?” tanya anak perempuan berponi pada Bobby yang ternyata adik bungsu mereka.
“Kalian yakin cermin ini cocok untuk Nenek Annie?” Bobby mempertanyakan keputusan kedua kakaknya.
Annie? Apakah itu Annie sahabatku? Annie itu anak yang manis, di sangat sayang padaku. Bagaimana keadaannya sekarang? Lama sekali ia tidak mengunjungiku, hingga aku tersimpan sekian lama di pojok gudang ini.
“Ayo, kita angkut sekarang! Sherly, sudah dong, jangan bercermin terus, bantu angkat!” Lamunanku pecah.
“Okay, Marry, sabar sedikit.” Mereka berusaha mengangkatku yang berukuran lebih besar dari badan mereka.
Oh ruang ini... dulu adalah sebuah butik, akulah satu-satunya cermin berukuran sepenuh badan orang dewasa yang ada di ruangan ini, senua orang senang melihat bayangan mereka yang ada padaku. Annie yang masih remaja dulu sangat senang menjahit, aku ingat semua pakaian yang ia buat selalu ia pamerkan padaku sebelum orang lain. Annie selalu berbicara padaku, meminta pendapatku tentang segala sesuatu. Ia terus berbicara padaku walau aku hanya bisa tersenyum tanpa menjawab melihatnya.
“Done! Good as new, Nenek pasti suka. Gimana, Ma?” Marry meminta pendapat Mama.
“Wow, benar-benar bagus, kalian luar biasa. Ini adalah cermin kesayangan nenek, Mama yakin nenek pasti senang.”
Itu Wanda! Bayi mungil yang selalu Annie gendong sambil bercermin, dan mengajarkan bayi itu bicara. Wanda sudah dewasa, ia cantik seperti Annie.
Aku ingat saat Annie berkaca dengan gaun pengantinnya, ia bagai seorang ratu dengan pakaian serba putih saat akad nikahnya. Raut wajah bahagia terpancar sangat luar biasa. Robert, suaminya, sangat gagah. Mereka seperti pasangan raja dan ratu saat itu. Setahun kemudian, Wanda sudah berada di pangkuan mereka. Kenangan yang tidak pernah aku lupakan. Annie dan keluarga bahagianya, sangat sempurna. Berarti, ketiga anak tadi adalah cucu Annie.
Aku tidak sabar apa yang akan terjadi selanjutnya. Mereka membungkusku dengan sebuah kertas emas yang sangat lebar, kemudian memasang sebuah pita besar. Tapi kemana Annie, Aku ingin segera melihatnya.
“Hai, siap semuanya, mobil Papa sudah tiba, sebentar lagi nenek masuk. Semua siap di tempat ya.”
Tak lama kemudian pintu dibuka, “Selamat datang kembali, Nenek Annie!”.
Semua terdengar gembira menyambut kedatangan Annie. Aku tidak sabar ingin melihatnya, tapi kertas ini menghalangiku. Sementara aku hanya bisa mendengar percakapan mereka semua. Aku senang mendengar Annie akan kembali tinggal di sini. Kami akan bersama lagi.
“Nenek, Kami punya hadiah untuk nenek, ayo di buka.” Kalimat itu membuat aku degdegan, rasanya tidak sabar melihat senyum Annie.
“Oh, ini cermin kesayangan nenek, terima kasih ya anak-anak. Nenek senang sekali. Dulu ruangan ini adalah tempat nenek menghabiskan waktu. Ini, dengan cermin ini.” Annie mengusapku berkali-kali, aku bahagia, Annie dan aku kembali bersama.
“Baiklah, sekarang kita makan dulu, ayo semua ke ruang makan. Biar nanti Papa yang bawa cermin ini ke kamar Nenek, ya.” Wanda mengajak semua untuk makan. Aku tidak sabar untuk mendengar cerita Annie selama kami berpisah.
Aku sekarang sudah berada di kamar Annie, tepat di samping tempat tidur Annie. Persis seperti dulu, ketika Annie dan Robert baru menikah, akulah pelengkap kamarpengantin mereka. Biarlah Annie bersama keluarganya untuk sesaat, aku akan memejamkan mata sejenak mengenag kisah-kisah aku dan Annie.
“Cermin kesayanganku, aku kira aku tidak bisa melihatmu lagi. Aku kira aku tidak akan kembali ke kamar ini lagi. Tapi sekarang aku di siini.” Usapan halus kurasakan. Annie sudah berada di kamar ini.
“Kamu masih bagus seperti dulu, hanya saja pantulanmu sudah tidak sempurna, sekarang aku hanya bisa melihat seorang tua yang penuh kerutan di muka.” Aku melihat Annie tersenyum, Annie memang sudah terlihat tua, tapi bagiku dia tetap Annie yang dulu, yang selalu berbagi kisah denganku, tanpa ada stupun yang dirahasiakan.
“Kamu ingat Robert? Lelaki yang sangat aku cintai, lelaki yang telah membahagiakanku seumur hidupnya.”
Iya, aku ingat Robert, pria yang selalu tersenyum, hampir tidak pernah menampakan wajah muram atau marah di depan Annie. Robert yang sudah membuat Annie tersenyum bahagia, dan memberikan seorang putri cantik. Melihat mereka, aku seperti melihat cerita-cerita dari negeri dongeng yang selalu berakhir bahagia.
“Robert sudah tidak bersamaku sekarang, ia sudah meninggalkanku, ia mendahuluiku menghadap yang maha kuasa. Ia telah mengingkari janjinya untuk sehidup semati. Aku sedih, Robert sudah tidak bersamaku lagi.”
Melihat Annie menitikan air mata, aku pun tercekat tak bisa berkata, aku sedih melihat Robert tidak di samping Annie lagi.
“Tapi aku rela, Robert yang sangat aku cintai sudah bahagia, dan aku yakin ia sedang mengawasiku dari atas sana, ia akan tetap menjagaku, dan ia menunggu kedatanganku.” Tangis Annie berubah menjadi senyuman, haru kurasakan.
“Karena itulah, Wanda dan anak-anak membawaku kembali kerumah ini, rumah yang sudah lama kami tinggalkan. Kami akan tinggal bersama disini. Aku akan dikelilingi anak dan cucu-cucuku, aku tidak akan kesepian, hingga saatnya aku menyusul Robert nanti.”
Ya Annie, aku pun akan ada di sisimu selalu, memperhatikanmu seperti dulu. Tidurlah Annie, istirahatlah, lepaskan lelah perjalananmu, besok kita akan kembali berbagi cerita. Aku melihat Annie membaringkan tubuhnya yang tua. Aku akan berdoa untuknya, dan aku akan menjaganya selalu.
Pagi hari aku terbangun dengan suara gaduh, Wanda terisak, Marry sedang berusaha menenangkannya. Kamar tampak ramai, Seorang dokter terlihat sedang memeriksa kondisi Annie. Ada apa dengan Annie? Bangun Annie, Bangun... hari ini kita akan berbagi cerita lagi.
“Maaf, Nenek Annie sudah tiada.” Dokter mengucapkan sesuatu yang membuat seisi kamar menangis.
Oh... Annie, Kamu sudah menyusul Robert dalan istirahat panjang kalian. Pergilah Annie, bahagiamu sudah lengkap, semoga kamu dan Robert akan bertemu dan berbahagia di sisi Tuhan.
Kereeen
ReplyDelete😁✌
DeleteMantappp
ReplyDelete😁✌
DeleteAku ngebayangin ini, latarnya ala-ala none Belanda..😅
ReplyDeletePadahal mereka asal Banyumas loh..
DeleteBerasa gimana anne menyayangi cerminnya
ReplyDeleteObjectofilia?
DeleteBelum nyampe taraf itu kayanya si Nenek Annie 😁
aku baca sampe bagian cermin dibuka tutup sepreinya, udaaa merinding duluannn makkkk
ReplyDeletewww.innaistantina.com
Kecele kaya di cerita serem si Onnoy ya?
Deletelama baru nyadar, rupanya si cermin
ReplyDeleteHihi... nantikan si Pena Bulu ya..
Delete