Azzahra



Andai delapan tahun yang lalu Ibu yakin untuk merawatmu Nak, Ibu akan sepenuh hati menyayangimu, memberi semua yang Kamu mau tanpa rasa tanggung. Maafkan jika dulu Ibu ragu untuk mengasuhmu, dulu Ibu masih seorang gadis yang belum bersuami walau rasa sayang sudah Ibu rasakan sejak melihat kamu, mahluk mungil yang manis.

Kamu sudah menjadi bahan pembicaraan di rumah sejak kamu belum dilahirkan. Saat kamu hadir, Ibu langsung jatuh cinta walau tak kuasa untuk memberimu nama apalagi menggendongmu saat itu. Tatapan mata hitammu tepat menembus jantung hati Ibu, entah seperti apa rasanya, Ibu pun lupa, seperti hati ini melayang di angkasa. Bayi perempuan mungil bermata bulat, berkulit putih dan rambut keriting benar-benar mirip boneka.

Ibu lebih sering melihat kamu tumbuh dari balik jendela saja Nak. Walau jarak kamu sekarang hanya tiga rumah dari sini, Ibu selalu kangen kamu. Kangen Ibu terobati jika kamu datang dan bermain di rumah. Ibu senang ketika kamu lebih memilih di temani Ibu untuk mengerjakan PR dari sekolah. Ibu rela kamu ganggu pagi buta untuk bermain, memporak porandakan seisi rumah hingga menjelang malam Kamu sudah harus pulang ke rumah mama yang merawat kamu.

Setiap tahap perkembanganmu selalu membuat Ibu ikut degdegan. Kamu sakit Ibu sedih, kamu berprestasi Ibu pun ikut gembira. Setiap barang pemberian Ibu selalu kamu simpan dan banggakan pada teman-teman, “Ini dari Ibu aku”, itu yang selalu kamu ucapkan.

“Kalo aku sudah besar, aku mau jadi guru seperti Ibu.” itu yang selalu kamu katakan jika orang bertanya. “Supaya bisa marah-marahin anak nakal di sekolah. Tapi Ibu mah ga pernah marah.” lanjutnya.

Kamu pandai berhitung, kamu memiliki hati penyayang, tidak pernah tega melihat teman menderita, bahkan kamu menangis ketika si Kitty kucing liar kesayanganmu kehilangan anak-anaknya. 

Celotehmu yang kadang meniru orang dewasa di sekitarmu sering membuat Ibu tertawa. Tak segan kamu bercerita, tak segan juga meminta, mengutarakan keinginan seperti layaknya pada seorang ibu kandung.

Cemburumu besar ketika teman-temanmu memanggilku Ibu, kamu tidak mau Ibu memperhatikan anak lain lebih dari Ibu memperhatikan kamu. Kamu marah jika Ibu pergi ke luar kota terlalu lama tanpa memberi tahu. Begitu pun Ibu, ketika jauh Ibu selalu ingat Kamu saat berlari sambil berteriak “IBU….” dengan berulur untuk mencium tangan sejak dari kejauhan. Kamu sering bertanya jika Ibu pulang kerja terlalu sore dan berkata “Aku tadi kerumah, tapi Ibunya belum pulang”.

Azzahra, Ibu bangga bisa melihatmu tumbuh jadi anak yang mandiri, cerdas dan penuh kasih sayang, walau kadang sedikit pemaksa hehe… tapi itu lah istimewanya kamu, Nak. Tidak Ibu atau Mamamu mampu menolak kemauanmu, kami semua menyayangi Kamu. Hobi makan kamu hampir mirip dengan Ibu. Kamu suka membaca dan mewarnai apa pun yang ada di hadapanmu.

Tidak peduli bagaimana asal-usulmu, kami telanjur mencintaimu. Mama dan Bapak sudah merawatmu dengan baik, mengijinkan Ibu untuk ikut menyayangi Kamu juga. 

Banyak orang bilang Ibu menyayangi kamu sebagai anak pancingan, karena setelah sekian lama menikah Ibu belum dikaruniai momongan. Tapi Ibu tidak merasa seperti itu, Ibu sudah merasa kamu adalah anak kesayangan Ibu, bukan anak pancingan. 

  Tepat di bulan ini 8 tahun usiamu, hanya berselang 3 hari dari ulang tahun ibu. Sudah sejak satu bulan yang lalu kamu mengingatkan Ibu untuk memberi hadiah. Tidak banyak pintamu, hanya satu kotak pinsil warna yang baru, yang sama dengan milik Ibu. 

Kembali kamu mengingatkan Ibu tadi malam tentang hadiah yang kamu Inginkan. Bercerita kamu kesana kemari tentang ulang tahun kita yang berdekatan, tentang saat-saat  kamu dan Ibu pernah pergi bersama, kamu bilang itu sangat menyenangkan dan kamu yang sangat menyayangi Ibu. 

“Ibu baiknya sama dengan Mama.” Kata-kata yang keluar dari mulutmu sangat membuat Ibu bahagia, dan Ibu yakin kamu mengucapkannya dengan tulus.

“Ibu, tanggal 16 kan aku ulang tahun ya, Aku mau minta Mama buat kue dua, satu buat aku satunya buat ibu, aku kan anak ibu.” Celotehmu sambil tetap bersandar di lengan Ibu dan tetap memainkan HP. Bahkan kamu sudah menyusun rencana untuk akhir pekan bersama Ibu.

“Aku sama Ibu harus ke mall main gim, kan kita ulang tahun Bu!”

“Abel diajak jangan?” 

“Boleh, tapi Bimbim jangan, dia kan laki-laki.” jawab kamu.

“Kalo ga boleh sama Mama gimana?”

“Boleh lah pasti, Mama aku mah baik.” 

Azzahra, kamu memang lucu, pintar dan selalu membuat gemas orang di sekitarmu. Kamu bawel, selalu punya jawaban jika orang bertanya. Ingatan kamu kuat, kamu mampu meghafal sesuatu dengan cepat walau kamu kadang malu untuk kembali mengungkap. 

Bangga rasanya bisa mengakui kamu sebagai anak Ibu, begitu juga Mama dan Bapakmu atau siapa pun yang menjadi orang tua kamu. Tapi kamu bukan milik Ibu, juga bukan milik Mamamu, Ibu harus siap kehilangan kamu kapan saja walau cinta Ibu sudah terlalu dalam untuk kamu. 

Ibu tahu suatu hari kamu akan tumbuh besar dan dewasa, kamu akan mengerti semuanya, kamu akan segera tahu siapa Azzahra sebenarnya. Mungkin suatu hari ada seseorang di luar sana yang akan menjemputmu, mengambil haknya kembali sebagai orang tua kandungmu. Orang tua yang telah melahirkan kamu ke dunia ini, orang tua yang lebih berhak menjadi wali nikah kamu kelak.

Azzahra, Anakku, jika suatu hari Ibu harus berpisah denganmu, Ibu rela. Tetaplah ingat Ibu, nasehat-nasehat Ibu dan apa yang pernah kamu dan Ibu jalani selama ini. Jangan lupa Nak, tetaplah menjadi sosok yang baik, sosok yang membanggakan bagi semua orang, tetaplah berbuat baik pada sesama. Yakinlah Ibu dan Mama di sini selalu menyayangi kamu seperti anak kami sendiri, sampai kapan pun.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

LEGENDA, Asal Usul Telaga Warna