KISAH KECIL DI PULAU BUNGIN
sumber foto : detikcom Sudah beberapa hari ini kata “Bungin” sering aku dengar. “Udah deh Bungin aja...” “Semua setuju Bungin, deal ya...” “Bro, inget ya, Bungin minggu depan...” Nama yang asing di telingaku, mahluk seperti apakah si Bungin ini sampai semua anak di sekolahku menyebutnya dengan penuh semangat. Satu-satunya yang terlintas di kepalaku ketika mendengar kata ini adalah Bungin itu kependekan dari “buang angin”. Dan semua temanku tertawa ketika aku mengutarakan hal ini. “Udah deh jangan banyak nanya, packing yang bener ya, kita berangkat ke Bungin.” Seru Rafi mendorongku keluar kelas. “Oh, jadi minggu depan kita backpacker-an ke sono ya, dimana tuh Bungin? Bukannya kita mau ke Bali?” aku menahan Rafi yang terus mendorongku di depan kelas. “Udah ikut aja, terlalu main stream jalan-jalan ke Bali, sekali-kali dong cari suasana lain. Masih deket-deket Bali kok.” Rafi terus meyakinkan aku untuk ikut mengisi liburan semesteran ini dengan back packing ke pulau Bungin. Dia bilang